Kamis, 08 Oktober 2015

coretan dan artikel

About an introvert



                Aku ingin bercerita tentang sosok kepribadian introvert. Pasti banyak orang yang berfikiran seseorang introvert diidentikkan dengan sosok yang pendiam, memang benar, tapi pertanyaannya pendiam dalam hal apa? Mungkin bisa dibilang orang introvert adalah orang yang jarang bicara, tapi ketika kalian benar-benar mengenalnya pasti kalian tidak akan bilang jika seorang yang introvert adalah sosok yang pendiam, penyendiri dan lain sebagainya. Aku disini bukan seeorang yang introvert, tapi dari semua teman yang dekat dengan aku 80% lebih mereka adalah kategori introvert. Jadi ini bisa dibilang hasil pengamatan gitu, hehe.
          Aku punya berberapa teman yang introvert, dan memang di dunia nyata memang dia pendiam, bahkan ada yang seumur hidup gak pernah berbicara dengan aku walaupun pernah satu kelas, tetapi kalau di dunia maya sering curhat atau berbagi pengalaman dengan dia. Seseorang yang introvert itu memang cuek, tetapi mereka cuek dengan berberapa hal saja, tetapi sisi lain dari mereka adalah mereka seseorang yang sangat perduli dari hati mereka yang paling dalam, bahkan bisa saja temenmu yang introvert itu awalnya cuek langsung berubah cerewet banget.
          Nah, aku punya temen yang namanya sangat langka di dunia, sebut saja Aliffiandika. Aku udah lupa berapa tahun berteman sama dia nah dia salah satu temenku yang kategori introvert dan dia sering menyebutnya INFJ, aku sih gak begitu paham, samar-samar paham itu kayaknya seorang introvert yang mempunyai rasa simpati dan empati yang sangat tinggi. Emang bener tuh anak emang punya rasa keperdulian yang tinggi, bahkan meskipun dia dibilang cuek dengan teman-temannya tetapi dia tidak pernah diam saja ketika ada temannya yang disakiti atau apa. Bisa dibilan si Aliffiandika ini jenius, dia mempunyai banyak bakat, ide, dan lain sebagainya. Menurutku si Alifiandika ini termasuk golongan “talk less do more” atau mungkin dia juga termasuk kategori orang yang pandai dalam berfikir atau bertindak meskipun jarang berbicara, bukan hanya Aliffiandika, tetapi banyak temanku yang introvert juga demikian.
          Ketika kalian berteman dengan seseorang yang introvert meskipun kalian cerewet mungkin kalian bakal kalah ketika kalian berdebat dengan temanmu yang introvert, contoh sederhana yang pernah terjadi dengan aku adalah aku pernah disindir atau semacamnya ketika banyak mengonsumsi kopi, bahkan meskipun dia pencinta kopi tapi tidak pernah minum sebanyak yang aku minum, karena tujuanku meminum kopi untuk menenangkan diri saja, kalian pasti juga bakalan seneng punya temen yang perhatian seperti itu ke kalian, bahkan ada orang lain yang mengkhawatirkan keadaan kalian lebih dari perhatian kalian kepada diri kalian sendiri pasti sangat menyenangkan bahkan terkadang aku sampai terhura, eh terharu maksutku. Dan orang introvert itu termasuk pribadi orang yang setia, bukan hanya dalam hal berhubungan mulai dari berteman, pasangan hidup, dan lain sebagainya. Dalam berteman mereka bakal jarang banget ditemukan yang menikung teman sendiri.
          Seorang yang introvert itu juga pendengar yang baik, ketika kalian curhat dengan seseorang yang introvert mungkin ada kebahagiaan tersendiri dari kalian. Saran buat kalian, jangan terlalu memojokkan orang yang kalian anggap diam, bisa saja mereka orang yang baik sangkin baiknya hingga kalian tidak akan pernah mau melepaskannya. Menjadi introvert itu bukanlah suatu yang terbuang atau semacamnya, jika kalian ingin hebat maka tunjukkan kehebatan kalian bukan malah minder. Introvert bukan alasan untuk berhenti bersosialisai atau menjauhkan diri dengan lingkungan, misalnya di dalam organisasiku ada berberapa orang yang termasuk golongan introvert, mereka pendiam memang tapi ide-idenya sangat memukau hingga hanyak orang menganga ketika dia menyampaikan ide-idenya di depan forum. Dan jangan pernah membully atau memperlakukan seseorang secara tidak manusiawi kepada seseorang yang dianggap pendiam atau termsuk introvert.

Terima kasih telah membaca coretan ini, semoga bermanfaat dan mohon maaf jika ada salah kata

Sabtu, 03 Oktober 2015

cerpen

GOD, GIVE ME ALIVE ONCE MORE AGAIN
Author: Safira Fausta Ramadhani
Title: god, give me alive once more again


                Pagi itu aku ke rumah Dika untuk mengerjakan tugas biologi dari Bu Ida tentang substansi materi genetik kelas 12 SMA. Aku pergi dengan mengendarai sepeda milikku, kebetulan rumahku dan Dika tidak terlalu jauh jadi aku menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi yang hemat dan ramah lingkungan. Aku tiba di rumah Dika dan aku parkir sepedaku di halaman milik Dika yang luas yang dikelilingi oleh berbagai tumbuhan yang menambah suasana segar pagi itu. “tok tok tok” aku mengetuk rumah Dika kemudian ada seorang perempuan yang cantik membukakan pintu itu.
“permisi bu, Dika-nya ada?” aku mengatakan dengan nada sopan kepada wanita itu yang sekaligus ibu-nya Dika
“oh ya nak, silahkan masuk” ibu itu membukakn pintu dan membukakan jalan untuk masuk
          Kemudian wanita itu memanggi-manggil Dika dan aku duduk di ruang tamu Dika untuk menunggu Si Dika keluar dari tempat persembunyiannya. Tidak lama kemudian Si Dika menampakkan wajahnya dengan muka lesu baru bangun tidur.
“eh Fira, ada apa Fir?”
“nih mau ngerjakan tugas biologi, eh dik mending lu mandi dulu deh, jangan buat tamumu ini pingsan lihat mukamu yang acak-acakan” aku tertawa kecil sambil meledek Dika
“iya, bentar ya” Dika langsung balik badan dan pergi untuk mandi
          Aku menunggu Dika kurang lebih dua puluh menit, mungkin dia mandi sambil SPA dulu atau crembath juga gak tau yang penting aku tetep nunggu karena aku sadar aku yang butuh, hehe. Sambil buka-buka lembaran-lembaran buku biologi aku baca teori-teorinya sebelum mengerjakan tugas dari Bu Ida. Kemudian  Dika kembali muncul dengan rambutnya yang sudah tersisir rapi dan mulai tercium bau wangi dari Dika.
          “eh Dik lu mandi lama banget, ngapain ajah sih?” aku Tanya dengan muka agak masam terlalu lama nunggu tuh anak
“sorry Fir, tadi gue harus keramas sekaligus mengoleskan hair tonic ke rambutku biar seger, hehe” Dika tertawa sambil menggaruk-garuk rambutnya yang panjang banget untuk ukuran anak SMA
          Tidak lama kemudian Dika juga membawa buku biologinya untuk belajar bersama, kebetuan aku dan Dika satu kelompok gara-gara jumlah laki-laki dan perempuan di kelasku ganjil dan aku sama Dika sama-sama pendiam jadi kesulitan menemukan pasangan, tetapi aku syukuri ajah punya gandengan masternya biologi         kemudian jarak rumahku sama Dika juga deket banget walaupun begitu aku dan Dika gak pernah bicara sama sekali, apalagi kepikiran ke rumahnya.
“eh Dik lu punya rangkumannya bab ini? Buat penunjang materi ajah, kita kebagian praktikum simulasi mengenai proses sintetis protein dalam pembentukan sifat kan?” aku tanya ke Dika yang sedang sibuk membaca bukunya
“iya, mending lu baca dulu teorinya baru mengadakan penelitian, biar mudah juga bikin laporannya” Dika berbicara dengan nada datar, muka datar, dan menyebalkan
          Akhirnya aku baca teri-teorinya dan membuat kerangka laporan biar praktikum selesai, laporan juga selesai. Kemudian ku melihat ayah Dika jalan menuju ke luar rumah sambil membawa Koran dan duduk di halaman, sebenarnya sih agak gemetar juga ke rumahnya anak cowok, karena seumur hidup aku gak pernah ke rumah cowok atau ada cowok datang ke rumah, aku agak tertutup kepada lawan jenis, kalau sama Dika sih biasa ajah karena udah mulai MTs temenan sama tuh anak, tapi kalau untuk ke rumahnya  itu hal yang, paling tidak pernah terfikirkan buat aku, tapi aku harus melakukannya.  
“hey Fir, jangan ngelamun ajah, masih banyak nih tugas yang perlu dikerjakan, biar cepet selesai, kenapa lu ngelamun? Jangan kebanyakan ngelamun ntar lu kesurupan, di sini kan banyak pohon rindang, biasanya banyak penunggunya lho” Dika menyadarkan lamunanku
“kalau ada jin ngerasukin gue, aku rasukin sendiri, biar tuh jin tau rasanya di rasukin sama roh lain itu gak enak” aku tersenyum kepada Dika buat memcah hening yang sempat terjadi di ruangan itu
          Laporan biologi udah hampir selesai dan percobaannya ternyata sudah berhasil, aku mulai merasa lega karena gak lama kemudian aku akan terbebas buat pulang dan gak akan di marahi Dika lagi gara-gara jadi partner kelompok yang gak niat kerja. Sebenernya bukannya gak niat kerja, hanya saja males ketemu tuh anak, masa mulai MTs sampai SMA ketemu tuh anak terus.
“Eh Dik, pasti orang tuamu bangga punya anak kayak kamu yang pinter biologi dan gak banyak bicara, orang tuaku selalu mendambakan anak kayak gitu, sayangnya aku bukan anak seperti itu jadi aku mirip kayak anak yang tidak diharapkan gitu” aku mengatakan dengan menatap dika yang sedang asik menggaris tabel-tabel.
“kenapa lu ngomong kayak gitu? Masa ada anak yang tidak diharapkan orang tua, anak itu anugrah” Dika langsung berhenti melakukan aktifitas apapun mendengar kalimat tadi
“buktinya aku selalu dimarahi orang tuaku karena aku gak bisa menjadi anak yang pinter secara akademik di mata mereka, emang kenyataannya gitu kok Dik” aku menunduk
“tapi bukannya kamu pinter dibidang tulis menulis, speaking ya Fir? Buktinya kamu selalu menang kalau ada lomba debat gitu?” Dika melihat dengan nampak bingung
“hmm, iya sih dik, pernah suatu hari aku menunjukkan majalah yang disitu ada karyaku kemudian sama ayahku malah dibuang, katanya aku terlalu banyak acara yang gak penting, katanya aku mending suruh ke nilai akademikku ajah daripada jadi seorang penulis” tanpa terasa mataku mulai berkaca-kaca
“aku juga berfikir kalau jadi kamu itu enak yang bisa aktif diberbagai organisasi, pintar debat, pintar menulis, dan kamu pintar dalam hal komunikasi dan aku juga berfikir, orang tuamu pasti bangga punya anak kayak kamu” Dika ikut tertunduk.
“namun kenyataannya gak seperti itu Dik, aku malah dikatakan anak autis karena kebanyakan bicara, karena digaris keturunan ayahku tidak ada nilai yang sejelek aku, aku akui di garis keturunan kakekku semua pada pinter dlam segi akademik sampai ada yang mewakili Jawa Timur dalam olimpiade sains, mungkin jadi kamu enak ya bisa ikut berpartisipasi dalam olimpiade biologi, mungkin dengan gitu ajah udah bisa bikin ayahku seneng” aku semakin tertunduk menatap lantai yang terasa semakin dingin
          Dika mengepalkan kedua tangannya dan semakin menunduk, dia hanya diam sampai berberapa saat.
“kamu kenapa Dik?” aku bertanya sambil menatap Dika dengan wajah yang merah
“mungkin bisa dibilang kita punya masalah yang sama, aku mempunyai karakter INFJ yang sangat langka di dunia ini, apalagi di Indonesia, jadi aku lebih bisa mengerti orang lain daripada orang lain mengerti aku termasuk orang tuaku” Dika tetap tertunduk
“hebat lah kamu bisa punya karakter INFJ, orang yang introvert kan punya banyak ide, karena orang yang lebih banyak diam itu malah mempunyai segudang ide daripada orang yang banyak bicara, aku ajah karakter ambivert gak tau dari mana, tapi aku seneng punya karakter itu karena bisa deket sama orang yang berkepribadian introvert dan ekstrovert, tetapi malah di kelas aku didiskriminasi dan di rumah aku semakin disudutkan, aku gak tau harus lari kemana, apa dunia sekejam ini hingga tidak ada tempat untukku”tanpa terasa aku meneteskan air mata.
          Dika mengambilkan tisu yang ada di meja dan aku mengambilnya satu untuk mengusap air mataku. Sejenak terjadi suasana hening di ruangan itu.
“kamu hebat Fir, pinter dalam segi komunikasi, sedangkan aku tidak, orang tuaku juga tekadang mempermasalahkan hal itu, padahal di dunia ini ada berbagai karakter terkadang aku juga benci dengan penilaian yang subjektif dan menjustice seperti itu. Mungkin kalau kita lahir secara tertukar mungkin orag tua kita bakal menemukan kebahagiaan” Dika memberikan seulas senyum sebagai penyemangat.
“kamu tau kan Dik genetik, genetik itu dibawa dari orang tua kepada anaknya, secara teori jika ayah mempunyai genetik AA, ibu mempunyai genetik BB, anaknya pasti punya kemungkinan  AA, AB, BA, BB. Kalau orang tuaku bilang seperti itu pasti kesalahan buat mereka, karena anak pasti nurun dari sifat kedua orang tuanya, kalau aku punya kepribadian AC, mungkin bisa dibilang aku anak haram atau anak tetangga dan lain sebagainya” tanganku semakin mengepal an dadaku semakin terasa sesak
“jangan bilang seperti itu Fir, kita punya masalah yang sama, aku terkadang berfikir seperti itu, tapi bagaimanapun orang tua tetap orang tua kita, kita harusnya tetap menghormati dan tetap taat kepada orang tua kita, semoga saja kita ditakdirkan menjadi orang sukses dan orang tua kita diberikan umur panjang untuk melihat kita dapat sukses, kita bakal sukses dengan  bidang kita masing-masing, tidak ada anak yang sempuna di dunia ini, manusia ajah tidak ada yang sempurna walaupun manusia adalah sebaik-baik makhluk” Dika mencoba menenangkanku.
“amiin” aku berdoa dalam hati dan semoga perkataan Dika dapat terwujud.
          Keadaan menjadi hening, dan aku mulai kembali seperti semula, sudah tidak ada air mata yang menetes lagi. Baik aku dan Dika sama-sama diam tidak ada suara sedikitpun. Aku mulai mengemasi barang-barangku yang berantakan diatas meja tamu dan bersiap untuk pulang. Kemudian aku berpamitan kepada Dika, ibu-nya Dika dan ayahnya yang kebetulan berada di depan rumahnya. Aku kembali dengan mengayuh kembai sepedaku.
          Disisi lain setelah kepulangan Fira dari rumah Dika ternyata Ayah Dika memanggil Dika kemudian ia memeluk Dika, Dika Nampak bingung dengan perilaku ayahnya yang aneh dan tidak seperti biasanya.
“nak, maafkan ayah yang terlalu  menilai kamu secara subjektif, seharusnya ayah tahu bahwa tidak ada anak yang sempurna di dunia ini, seharusnya ayah tahu bahwa setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda, ayah tadi mendengar percakapanmu dengan temanmu yang cukup membuat ayah menjadi merasa bersalah kepadamu, seharusnya ayah tidak terlalu memaksamu untuk mengikuti suatu garis karena  itu tidak manusiawi dan memberikan batas untuk kamu melakukan suatu hal dan itu mungkin menurutmu sedikit menyiksamu, dan kamu memang laki-laki sejati yang tidak meneteskan air mata walaupun kamu mempunyai masalah yang sama dengan temanmu itu dan ayah tahu mungkin terdapat sesak di dadamu karena selama ini kamu juga mengalami hal itu, ayah minta maaf ya” ayah Dika memeluk Dika dengan erat dan seulas senyum muncul dari wajah Dika
“tanpa aku harus berfikir tetang kematianku untuk menyadarkan arti aku untuk orang tuaku, ternyata sebelum itu orang tuaku telah menyadarinya. Terima kasih tuhan” Dika mengatakan dalam hati dan terlihat kebahagiaan di raut wajahnya

-End-


Sabtu, 29 Agustus 2015

coretan

Organization Story

          Okey guy’s, aku ingin membahas lagi tentang organisasi. Tentang apa sih suka duka yang ada di dalam organisasi? Kalau ditanya tentang suka duka itu pasti ada, tapi sebenernya aku lebih banyak sukanya dari pada dukanya. Aku baru menyadari banyak pengalaman dan kenangan bersama teman-temanku dan semuanya yang ada di organisasi yang menurutku itu sulit, bahkan menurutku sangat-sangat sulit ketika aku menjadi senior dan menjadi junior, ketika aku harus mengutamakan kepentingan bersama bukan kepentingan pribadi, ketika aku harus memilih sebuah keputusan untuk bersama, dan lain sebagainya.
          Inilah barisan jabatan ketika aku menjabat menjadi seksi dalam setiap acara maupun menjadi pengurus harian.
1.     Sie keamanan (persami 2014-2015)
2.     Bendahara (bendahara seluruh keuangan pramuka kelas X) “hanya berberapa bulan menjabat ”
3.     Sie konsumsi (diklat CDA 2014-2015)
4.     Sie giat (pengembaraan)
5.     Sie Adat (masa bakti 2013-2014)
6.     Koordinator Sie pembinaan dan pengembangan (masa bakti 2014-2015)
7.     Koordinator lomba mading 2 Dimensi (Galang Prestasi 2014-2015)
8.     Sekertaris (persami 2015-2016)
9.     Sie giat (2015-2016)
10.             Sie keamanan (HUT SMA ke-24)
Ketika aku hendak masuk organisasi rasanya bingung banget, apalagi di SMP/MTs dan SD aku tidak mempunyai pengalaman apapun. Alasanku masuk organisasi adalah ketika aku melihat kakak seniorku terlihat berwibawa, apalagi dia mengikuti banyak organisasi dan prestasinya tidak diragukan lagi, dia juara 1 niat tertinggi se-prodi IPA. Ahirnya aku masuk organisasi dengan nekat, ditanya alsannya mengapa masuk organisasi, hampir semua teman-temanku menjawab “saya ingin disiplin, bertanggung jawab, dan menambah pengalaman” kalau kalian tahu, itu adalah alasan paling umum banget ketika mau masuk organisasi. Ketika lu masih cupu banget ditanya seperti itu sambil megangin rok erat-erat sebagai ekspresi takut, hahaha begitupula dengan aku.
Awalnya aku juga sangat minder dengan teman-teman sederajatku yang mempunyai banyak pengalaman di organisasi. Apalagi semua udah bisa deket antar teman dan senior, and I stay lonely? Yes, it’s true. Aku adalah orang yang paling sulit menyesuaikan diri apalagi dengan teman. Sebagai murid baru, bahkan adaptasi satu tahun setengah baru memiliki yang namanya teman, itupun bisa dibilang dia autis atau semacamnya, hehe just kidding dan dia juga anak organisasi tapi beda organisasi sama aku.
Ketika aku kelas X awal-awal masuk organisasi pasti ada yang namanya diklat, nah diklatku ini parah banget. Madinya di waktu, sampai banyak yang keluar kamar mandi dalam keadaan setengah telanjang, bahkan di kamar mandi laki-laki ada yang hanya memakai celana dalam, ya kayak orang primitive gitu. Setelah itu makan malam, makan malamnya pakai soto tapi makannya gak pakai sendok. Aku kan gak bisa makan pakai tangan apalagi berkuah, yaudah aku makannya tak tuang ke mulutku biar cepet (jangan ditiru adegan ini). Kemudian air putih yang ada di dalam kemasan air minum dibuka dan di tuangkan di dalam ember, semua diperintah untuk cuci tangan di air kobokan itu, setelah cuci tangan, eh air tadi itu disuruh minum satu persatu, rasanya sih seperti soto campur apalah-apalah. Selama diklat dibentak-bentak terus, aku jadi ingat ketika berjalan di pematang sawah, udah tengah malem suruh jalan dipematang sawah, gelap, sendirian, dingin lagi. Ketika jalan rutenya panjang dan tidak ada penerangan apapun, akhirnya aku jalan dengan santai dan aku terjatuh di pematang sawah masuk ke sawah, sebelah sawah ada seperti jurang yang di dasarnya ada sungai, malah lebih ngenes lagi kalau jatuh ke sungai. Bukan hanya aku, tapi hampir semuanya jatuh.
Setelah diklat di atas ada juga yang namanya pengembaraan. Pengembaraan itu tingkatan menuju penegak bantara. Nah disana aku dimental habis-habisan. Disana bertemu alumni yang konon katanya paling galak, emang bener galak, tapi banyak banget ilmu dan hikmah yang aku dapet dari senior itu. Awalnya semua suruh lari menuju ke base camp yang jaraknya 5 Km ke bumi perkemahan Coban Rondo, aku gak kuat lari, mukaku udah pucet banget akhirnya aku dibonceng dengan sepeda motor sama alumni juga, tapi yang ini orangnya baik banget. Setelah sampai di tempat perkemahan, semua mendirikan tenda, gak lama kemudian hujan turun. Tenda yang udah kami buat itu kehujanan, semua tenda keadaan udah jadi hanya tenda putri yang belum jadi, akhirnya basah semua tendanya dan di dalam tenda semua juga ikut basah bersama barang bawaan kami. Bayangin di daerah puncak seperti batu, terus hujan deras, rasanya dingin banget, gak ada tempat berteduh, kasihan banget kan. Kemudian ada teh panas dikirim para senior ke tenda putri. Semua berpengangan dengan teh itu untuk menghangatkan diri dan di sana untuk mengusir suntuk ada 5 orang anak yang berada di dalam tenda, akhirnya mereka bikin girlband “Lima Monyok(anak monyet)”. Girlbandnya gak nyanyi-nyanyi, lebih cenderung bercanda gak jelas. Selama aku di sana, setiap mau sholat aku selalu terjatuh, soalnya jalannya cukup curam, licin, dan aku kesalahan membawa sandal yang permukaan bawahnya halus, kalau gak pakai sandal nanti musholanya jadi kotor, jadi serba bingung. Kemudian malemnya ada penjelajahan, aku bergandengan dengan Kak Alvina, dia ketua Dewan Ambalan masa bakti 2012-2013. Disana hanya dibekali lilin yang gak boleh mati dan senter kecil, aku sama Kak Alvina sering hampir jatuh, tapi kamu saling menguatkan agar tidak jatuh. Akhirnya memasuki malam renungan yang dingin banget sampai banyak yang pingsan, disana dibentak-bentak, dimarahi, dan lain sebagainya. keesokan harinya yang paling ditunggu, yaitu diklat penegak bantara. Sebelumnya semua suruh masak metode survival, nah di sangga laki-laki makanannya enak dan semua mateng, di sangga perempuan malah gak ada yang mateng dan rasanya ah sudahlah. Akhirnya semua makannya yang perempuan banyak yang gak habis, akhirnya di mix bersama di campur telur asin, dan ada salah satu temenku laki-laki makan telur asin, belum sampai habis dia suruh memuntahkan telur itu, dan akhirnya dimuntahkan, makanan tadi dicampur muntahan temenku tadi, banyak yang muntah dan lain sebagainya, untungnya ada pahlawan yang gak tega lihat temennya nangis dan muntah-muntah, akhirnya menghabiskan semuanya. Itu semua belum berakhir, ketika setelah pelantikan semua harus menutup mata dan berjalan meuju sungai yang dikomando kakak alumni senior. Disana semua suruh jongkok dan berdiri di air yang dingin banget sambil memakan menjes(ampas kedele) dan tempe. Tapi makannya bukan pakai tangan, melainkan dipegang dengan mulut, jika jatuh maka akan di ambil dan suruh memakan lagi, ada berberapa pasangan terdiri dari 3 dan 2 orang, jadi ya harus makan tempe atau menjes itu dari mulut ke mulut dan ketemu mulut dalam keadaan mata tertutup tapi berpasangannya perempuan dengan perempuan, laki-laki dengan laki-laki. Itu pengalaman paling mengesankan buat angkatanku.
Seperti hal-hal di atas, itu bukan penyiksaan atau pem-bullyan. Namun, itu adalah proses untuk mendidik kita makin kuat mental dan kuat secara fisik. Sama halnya untuk mendapatkan sesuatu kita harus bekerja dengan keras, agar tidak mudah untuk melepaskannya.
Kemudian aku mulai menjalani hal yang ada di organisasi dengan sewajarnya, tapi juga sering dimental. Aku ingat kejadian menanam tanaman yang di progamkan oleh kepala sekolah, hasilnya memang gagal, tapi hal itu lama-lama bisa memicu hubungan persaudaraan kamu antar anggota. Semua bekerja sampai sore bahkan magrib. Tidak berhenti disitu, masih ada progam kerja yang membuat kewirausahaan, nah temen-temen memilih membuat telur asin. Awalnya sih menyenangkan lama-lama bikin bosen, soalnya kita disana sekolah sebagai pelajar bukan buka wirausaha. Tiap hari membuat telur asin dan pulangnya sore-sore, bahkan temen-temen suruh menawarkan kepada orang-orang diluar, memang rasanya enak banget telurnya, bahkan tidak ada yang menyamainya di Turen. Akhirnya daripada suruh menawarkan kepada warga mending telurnya aku beli sendiri, aku bayar sendiri, aku buat sendiri, aku makan sendiri. Itu juga kenangan yang gak terlupakan.
Salama menjabat dalam organisasi aku yang saat itu menjadi anggota Sie giat yang koordinatornya hilang entah kemana, anggotanya yang bekerja tinggal aku dan Hanavi. Sie adat adalah Sie yang paling berat versi teman-teman. Sie adat harus rela pulang sore-sore gitu, dan cuma dua orang yang bekerja. Lama-lama akhirnya aku juga akrab dengan Hanavi yang merasa senasip dan seperjuangan dengan aku.
Lama-kelamaan akhirnya aku mulai akrab dengan teman-teman di organisasi, tapi ada juga yang sangat membenci aku, gak tau alasannya apa, bahkan sampai aku dipermalukan di forum. Aku santai ajah sih menghadapi orang seperti itu, dan aku sendiri juga sebel banget sama tuh anak. Di jurnalis, di Dewan Ambalan, dan dimana-mana dia selalu ajah mengkritisi aku dengan keras yang gak berdasarkan pada logika dan cuma melihat dari sisi “kelihatannya”. Aku pernah nangis melawan tuh anak gara-gara pas diklat Dewan Ambalan baru aku jadi sie konsumsi, seharian gak tidur buat masak. Aku sebagai coordinator dan anggotaku cuma satu namanya Silvi. Silvi lagi enak tidur, aku gak tega membangunkannya, akhirnya aku kerja sendirian sama Bu Yulia. Beliau orang yang aku anggap seperti ibuku sendiri, walaupun sering dimarahi, aku tetep sayang dengan beliau. Semakin aku sering dibentak-bentak, dimarahi, semakin rasa ingin tahuku tentang orang tersebut makin besar. Ketika udah capek seharian bekerja aku malah dihina sama tuh anak yang benci banget sama aku “mana tanggung jawabmu sebagai sie konsumsi, masa yang suruh nata makanan itu sie giat, yang benar saja”, habis denger kata-kata itu emosiku memuncak dan nangis sendirian di kamar mandi, gak mau makan. Padahal yang masak semua itu aku dan Bu Yulia, aku gak ikut kegiatan sama sekali dan focus ke dapur, dalam fikiranku “apa salahnya sih aku ikut kegiataan walaupun hanya apel penutupan sebentar saja” itu yang bikin aku menangis tak henti-henti. Semua anggota Dewan Ambalan sudah bingung dengan kelakuanku, setelah semua pulang aku baru keluar dari kamar mandi. Ya itu sebenernya pengalaman pahit juga sih, tapi itulah yang membuat aku semakin kuat.
Pengalaman lain yaitu pengembaraan untuk adik kelas, pengembaraan ini bertempat di Pujiharjo, rutenya jalan sepanjang 10 Km. jalannya naik turun dan berkelok-kelok. Semua hanya berbekalkan air putih ukurang paling besar, sedangkan aku hanya berbekalkan air putih seukuran botol air minum 600 ml (ukuran tanggung). Aku berjalan sendirian dengan Risa, aku dan Risa sama-sama membawa persediaan makanan yang limit, aku hanya membawa air putih dan gula jawa. Ketika rasanya mulai gak kuat aku makan gula jawa itu sambil berteduh, kakiku udah lecet, akhirnya aku bertukar sandal dengan Risa. Aku mulai nyaman dengan sandal milik Risa, dan kayaknya Risa sendiri juga nyaman memakan sandalku. Untuk kedua kalinya membawa sandal yang salah ketika pengembaraan. Disanalah akhirnya aku tahu apa arti teman “Who real friends and who fake friends” teman itu saling melindungi bukan saling menghujat. Lama-kelamaan akhirnya aku mulai akrab dengan hampir semua anggota organisasiku.
Pasti ketika usia-usia remaja seperti yang masa SMA pasti kenal dengan yang namanya cinta monyet dan semacamnya. Dan itu juga terjadi di organisasi itu wajar, tapi itu bukan tujuan. Pernah sih ada dua orang yang pernah naksir sama aku, atau anggota lain yang naksir temannya sendiri. Kalau pengalamanku sih ada dua orang yang suka aku dan seumuran sama aku, tapi  bisa disebut naksir yang tak terbalas, ada temanku yang juga satu kelas sama aku dulu, yang kerjaannya tiap hari bertengkar di kelas dan di organisasi, namun sebenarnya dia suka ke aku, tapi dia gak pernah ngomong, tahu-tahu ketika aku udah kelas XII dan kejadian itu ketika aku kelas X, dan sekarang dia udah punya pacar, mungkin dia juga udah lupa dengan perasaan itu, hanya lucu ajah ketika mengingat itu mungkin, hehe. Dan yang satunya juga temen satu kelas dan satu organisasi yang juga naksir sama aku, dia gak berani ngomong juga, temenku yang mencoba ngomong ke aku kalau dia suka sama aku, tapi aku sih gak suka, jadi aku menjauhi dia sedikit-sedikit. Jadi gak langsung nolak secara frontal namun lebih halus untuk tetap menjaga perasaan antar teman sebagai teman satu kelas dan teman satu organisai.
Jika dilihat dari keseluruhan ceritaku tadi memang sangat susah, tetapi itulah yang membuat aku dan teman-temanku semakin kuat hingga sekarang, itulah yang membuatku terbentuk secara fisik dan mental. Bahakan dalam angkatanku temanku yang saat itu menjabat menjadi wakit ketua ditinggal oleh ketuanya. Dan saat ini temanku yang menjabat sebagai ketua ditinggal wakilnya dan sekertarisnya. Itulah namanya yang kurang tanggung jawab. Kalau kita sudah masuk organisasi, mau tidak mau kita harus mengambil resiko yang telah kita ambil. Dengan sulitnya perjalanan di organisasi yang membuat aku dan teman-temanku tetap saling setia terhadap organisasi. Kita masuk bersama dan kita keluar bersama. Kita susah bersama dan kita senang bersama. Seperti kata pepatah “orang yang berada di sampingmu ketika kau sedang bersedih, maka dia layak berada di sampingmu ketika kau bahagia”

Mungkin itu saja yang bisa saya ceritakan, dan sebenarnya masih banyak lagi cerita-cerita lain, namun terlalu panjang untuk dideskripsikan, hehe yaudah semoga tulisan ini bisa bermanfaat untuk anda, jangan diambil sisi negatifnya, tapi ambil sisi positifnya.

Tips dan artikel

Jangan Takut Menjadi Anak Organisasi

Nah, untuk kalian yang baru masuk ke sekolah baru atau mungkin sudah senior yang ingin masuk ke dalam sebuah organisasi kalian tidak usah khawatir. Saya akan berbagi sedikit cerita tentang organisasi. Mungkin untuk kalian yang tidak pernah mengikuti organisasi akan bingung jika ditanya “kamu mau gak ikut organisasi” dan saya juga pernah seperti itu. Jelas saja saya bingung, saya tidak punya bekal apapun tentang organisasi dari SD sampai dengan SMP/MTs kemudian saya ditanya semacam itu. Dari awal memang saya juga berfikir ingin coba-coba, bahkan orang seperti sama yang mempunyai karakter Ambivert dan tidak senang jika melakukan banyak aktivitas bisa mengikuti sebuah organisasi.
Pada awalnya saya ketika mengikuti organisasi sangat-sangat melelahkan untuk saya dan saya berniat untuk mundur dari organisasi yang saya jalani. Namun, saya tidak mempunyai keberanian untuk mengatakan ingin keluar dari organisasi, sehingga lama-lama saya berfikir untuk tetap bertahan saja di organisasi. Yang membuat saya tetap ingin bertahan adalah di dalam organisasi saya seperti menemukan sebuah keluarga baru di dalamnya. Karena setiap mengadakan rapat sering disisipkan seperti bercanda, ketika bertemu juga saling tegur sapa, dan lain sebagainya.
Ketika di dalam organisasi saya juga sering mendapat pengalaman suka dan duka. Contoh pengalaman yang sangat berkesan untuk saya adalah makan muntahan dari salah satu teman saya yang ahirnya makanan itu digilir oleh kakak-kakak senior, memang itu menjijikkan, bahkan ada yang menangis dan ada juga yang muntah-muntah. Ketika dalam situasi seperti itu ada berberapa teman saya laki-laki yang akhirnya menghabiskan makanan itu karena tidak sanggup melihat teman-temannya yang perempuan menangis atau muntah-muntah, padahal mereka sendiri juga tidak suka dengan makanan itu. Pelajaran yang dapat diambil adalah “kekeluargaan antar teman, saling melindungi teman, dan tidak berfikir egois”.
Di dalam organisasi juga sering sama yang namanya “gak kompak”, kekompakan itu sebenarnya bukan karena individunya, tapi karena jalinannya antar individu,  rasa kekeluargaan dan TANGGUNG JAWAB bukan TANGGUNG MENJAWAB. Bicara tentang tanggung jawab, semua pasti ada masalah, semua pasti mempunyai kendala, dan banyak faktor-faktor lainnya. Namun jika sudah bicara tanggung jawab, apapun yang ditugaskan untuk kita, apapun yang diberikan untuk kita, harus di jalankan. Jika kalian misalnya berada di dua organisasi dan posisi kalian semua sangat penting kalian harus tahu bagaimana cara membagi diri kalian, membagi diri bukan kalian dibelah gitu bukan, tapi membagi diri dengan memanagement waktu kalian. Misalnya kalian mengikuti rapat di organisasi A dan B, kalian tidak boleh meninggalkan salah satu organisasi, cari mana organisasi yang harus didahulukan kepentingannya, kalau memang sama-sama penting, kalian bisa memberikan mandat kepada temanmu untuk mewakili kamu di organisasi yang lain.
Mungkin di dalam semua organisasi pasti timbul pergesekan antar teman, itu wajar dan sangat wajar. Jika kalian berada diposisi pelaku kalian lebih baik mengalah dan mengambil jalur aman, saya ingat yang disampaikan senior saya “merendah untuk meroket” itu memiliki arti lebih baik kita mengalah untuk mendapatkan sesuatu yang lebih besar, kalau kita sama-sama egois dan tidak mau mengalah, bisa dipastikan kalian sama-sama hancur. Kalau kita bertindak sebagai bukan pelaku, lebih baik kita menjadi netral dan saling meredam pertikaian antar teman. Di dalam organisasi jangan pernah membawa masalah diluar organisasi masuk ke organisasi. Contohnya, kalian punya pacar, yang punya mantan di organisasi sama dengan kalian, ketika di organisasi kalian mempunyai rasa dendam sama mantannya pacarmu itu. Kalian harusnya punya profesional, jangan mementingkan urusan pribadi masuk dalam organisasi.
Kalian pasti dengar dengan kata “senioritas”. Nah, sebenarnya senioritas itu penting, tapi bukan semena-mena. Saya sendiri pernah punya pengalaman buruk dengan senior saya, saya sangat membenci senior saya. Seperti di atas, saya tetap profesional ketika dalam organisasi, meskipun saya benci dia, tetapi itu bukan menjadi hambatan dalam melakukan tugas saya di organisasi, bahkan jika dia berpartner dengan saya, di dalam menjalankan tugas saya, saya tidak memandang dia sebagai musuh tetapi memandang sebagai rekan kerja. Begitupula dengan teman, jangan memandang rekan di organisasi sebagai musuh meskipun kalian sedang tidak sejalan dengan rekan anda. Kembali lagi ke topik, mengapa senioritas itu penting? Senioritas penting itu bukan sebagai pembeda senior dengan junior, namun rasa menghormatinya. Saya pernah melakukan kesalahan kecil menurut saya tetapi berdampak besar hingga masuk ke dalam forum  yaitu masalah “sopan santun” sopan santun itu penting, bahkan sangat penting. Sopan santun itu merupakan cerminan dari diri kalian. Mungkin dulu saya beralasan “itu basic saya” saya sadar saya salah, bahkan saya sadar mengatakan bahwa itu basic saya adalah salah. Semua orang pasti memiliki basic yang berbeda-beda, kalau kita egois dan mempertahankan basic kita masing-masing, bisa dipastikan organisasi kalian akan hancur lama-kelamaan.
Kalian juga harus memahami tentang karakter teman satu persatu, bahkan mengetahui karakter senior dan pembina kalian itu penting. Misalnya kalian bertemu teman yang suka blak-blakan dan bisa dibilang santai, itu bukan berarti kalian bencanda sesuka kalian. Menghormati antar teman, senior, dan Pembina itu penting apapun karakternya. Dan kalian harus tahu batasan-batasan kalian, itu seperti pengalaman saya yang memuat tentang “sopan santun” saya pernah mebuat kesalahan dengan bersikap tidak sopan terhadap senior saya hanya karena sebuah pesan singkat yang mengatakan “kamu” kepada senior saya di dalam pesan singkat. Secara adat ketimuran apalagi Jawa, itu termasuk tidak sopan walaupun itu dibenarkan secara Bahasa Indonesia. Padahal saya sendiri dan yang lainnya tahu bahwa kakak senior saya itu bisa dibilang orangnya santai dan blak-blakan. Namun sesantai apapun orang, mereka pasti punya hati dan fikiran kan? Nah itu alasannya kalian harus tetap sopan kepada teman, senior dan lain sebagainya.
Tentang basic kalian dan organisasi, mungkin tadi sedikit udah disinggung di atas. Mislanya saya sendiri yang tidak mau melakukan hal yang bikin capek, itu memang karakter saya yang bisa dibilang “orang yang hemat energi” bukan pemalas. Bagaimana cara beradaptasi dengan organisasi dan basic yang kalian miliki. Misalnya saya memiliki karakter seperti itu, di dalam organisasi saya lebih diposisikan untuk seorang pemikir dan pekerja daripada pelaksana. Contohnya saya pernah menjabat sebagai Sie Giat, Sie konsumsi, Sie keamanan, Sie lomba mading, Sie pembinaan dan pengembangan, dan Sekertaris. Bisa dibilang jabatan saya termasuk kategori berat apalagi menjadi Sie Giat yang sama dengan Sie acara+L.O(pengkoordinir)+Sie giat itu sendiri, apalagi menjadi sekertasis, pasti bayangan kalian pasti berat penjadi pengurus harian semacam sekertaris. Malah dari Sie di atas menjadi Sie keamanan adalah Sie yang mudah kelihataannya, namun aku paling gagal ketika mejadi Sie keamanan. Maka dari itu, “Jangan pernah menilai segala sesuatu dari kelihataannya dan katanya”, namun “Nyatanya”.
Mungkin hanya itu sedikit pengalaman saya tentang organisasi dan segala bentuk sikap, pendidikan moral, dan lain sebagainya. Sehingga jangan percaya lagi dengan yang “katanya-katanya” di dalam organisasi, tapi buktikan sendiri. Namun, yang penting dalam organisasi adalah tanggung jawab dan management waktu. Kalian juga harus memperhitungkan sekolah, kewajiban kalian terhadap tuhan kalian, tugas kalian sebagai anak, tugas kalian sebagai warga Negara.


By: Safira Fausta Ramadhani

Minggu, 12 April 2015

cerpen

Don't Ever Leave Me
Judul:  Don't ever leave me
Genre: Romance
Author: Safira Fausta Ramadhnai

          Pagi ini masih sama dengan pagi-pagi biasanya. Aku berangkat sekolah sangat pagi karena aku selalu menghindari guru tatib karena memang seragamnku acak-acakan, sepatuku menyalahi aturan, dan lain sebagainya. selain untuk menghindari guru tatib, aku juga ingin melihat Rian yang setiap hari datang pagi sekali. Ntah mengapa aku selalu ingin melihatnya. Dengan suara sepatu khas yang memecah keheningan pagi, dengan muka datar ia memasuki kelas dan duduk di bangkunya yang terpaut 3 bangku di depanku. Aku selalu mengagumi sosok laki-laki yang misterius dan cuek. Bahkan walaupun berkali-kali dicuekin orang yang aku sukai tetapi tetap saja aku selalu tegar berdiri untuk menunggunya hingga ia membukakan hati.
          Tidak lama kemudian Danis teman sebangku Rian datang, aku hanya membuang muka kepada Danis. Aku sangat benci Danis, bahkan aku sering bertengkar dengan Danis, aku sampai memanggil Danis dengan sebutan “Gorila”. Memang badannya kecil dan cukup ideal untuk laki-laki, tetapi di seluruh tubuhnya dipenuhi bulu-bulu yang panjang seperti gorilla. Bagaimana mungkin cowok setampan Rian bisa mempunyai teman seperti gorilla. “hay monyet” Danis memanggilku dengan sebutan biasanya.aku hanya membuang muka seperti biasanya. Ketika Danis mulai berjalan menjauhiku, aku langsung memegang bajunya dari belakang dan memukulinya tanpa ampun. “hay Gorila, jangan sombong banget kamu, dasar Gorila…” aku mengatakannya dengan memukulinya.
          Seakarang jam biologi, Bu Nila membentuk kelompok, kebetulan aku satu kelompok dengan Gorila dan Rian. Aku senang sekali satu kelompok dengan Rian, tapi aku sangat muak sekali karena satu kelompok dengan Gorila. “wah..wah kita satu kelompok ya Nyet” Danis mengatakan dengan nada mengejek. “apa? Kita? Sejak kapan kamu dan aku jadi kita?” aku membuang muka dengan ekspresi sebal. “sudahlah kalian jangan ribut, sekarang mending kita menyelesaikan tugas biologi. Gimana kalau kita mengerjakan Biologi di rumahku?” Rian menawarkan diri. Tanpa disuruh aku dan Danis mengangguk setuju.
          Hari itu aku mengayuh sepeda kesayanganku untuk pergi ke rumah Rian. Ternyata rumah Rian lebih besar dari yang aku bayangkan. Aku masuk perlahan kedalam rumah Rian, aku melihat Danis yang sedang duduk disamping Rian. Walaupun Rian memang cuek tetapi dia sangat ramah dan sopan, wajar kalau aku bisa sampai jatuh cinta kepada Rian. Rian telah menyiapkan teh dan sedikit camilan di atas meja. Aku langsung mengambil kue diatas meja dan memakannya. “dasar cewek gak punya sopan santun, belum ditawarin udah nggambil duluan”celetuk Danis. Aku langsung berhenti memakan kue itu, aku merasa malu karena kurang menjaga sikapku di depan Rian, Rian hanya menanggapi dengan muka datarnya itu. Diskusi tidak berjalan lancar, yang lebih banyak menggerjakan adalah Rian, karena aku dan Danis dari tadi hanya bertengkar dan ribut saja. Rian terlihat sangat terganggu dengan ulahku dan Danis. “hey kalian, cuma ribut saja, mending kalian pulang saja” Rian membentak kepadaku dan Danis. Keadaan menjadi hening dan ahirnya aku memilih pulang.
          Aku pulang bersama Danis, karena memang jalan menuju rumah kami sama. “hey Monyet, kenapa kamu diam ajah, biasanya cerewet, nggomel-nggomel gak jelas” celetuk Danis dengan muka binggung. “bodoh, ini semua gara-gara kamu bodoh1 andaikan kamu gak bikin ulah tadi, kita gak bakalan diusir” aku mengatakan dengan nada kesal. “sejak kapan kamu segitu sensitifnya dengan sesuatu kayak gitu, kamu yang tiap hari ribut dengan aku juga gak punya rasa bersalah sama sekali, kenapa kamu bisa punya rasa bersalah ke Rian?” Danis makin terlihat binggung dengan perubahan sifatku kepada Rian. “bodoh!” aku menggatakannya dengan sangat pelan, hingga aku menyadari hanya aku saja yang mendengarnya. Untuk menghindari perkelahian dengan Danis, aku langsung mempercepat langkahku untuk pulang dan mengayuh sepedaku secepat mungkin untuk pulang.
          Danis masih binggung dengan perubahan sikapku kepada Rian, kenapa aku jadi berubah sikap menjadi lemah lembut jika berhadapan dengan Rian. “sebenarnya apa yang terjadi pada Rias hingga ia berubah secara drastis seperti itu jika berhadapan dengan Rian. Apa mungkin dia menyukai Rian?” Danis menggatakannya dalam hati.
          Seperti biasa aku datang sangat pagi sekali. Tiba-tiba Rian datang dan tiba-tiba langkahnya menuju kepadaku. Detak jantungku berdetak lebih kencang daripada biasanya. Tepat di depanku, ternyata Rian ingin mengajak bicara dengan Reina teman sebangkuku, Rian ingin minta diajari matematika bab trigonometri. Jantungku terasa berhenti berdetak, mataku membulat karena rasanya memang tak sanggup melihatnya, tapi mau gimana lagi, Reina adalah teman terbaikku. Danis yang melihat perubahan sikapku yang aneh semakin binggung dengan aku. Aku langsung keluar dari ruang kelas, tiba-tiba Danis mengikutiku dari belakang tanpa aku sadari. Tiba-tiba aku menoleh dan melihat kearah Danis “nggapain kamu disini?” aku langsung sontak mengatakannya dengan suara dingin menusuk. “aku hanya mau ke kelas XI-B” Danis menjawab dengan nada seenaknya seolah-olah mencari alasan yang tepat.
          Rian hari itu mengajak Reina untuk belajar bersama di depan perpustakaan, aku melihatnya dengan dada rasanya tercabik-cabik. Bagaimana mungkin aku dan sahabatku sendiri suka pada orang yang sama. Danis diam-diam sedang mengintip melihatku yang sedang murung melihat Rian dan Reina. Danis tidak bisa melihat pemandangan seperti itu, Danis mendekat padaku dan menarik lenganku dan berjalan menuju kursi di depan kelas. “hey, nggapain kamu narik-narik tanganku dan duduk disini dengan kamu, hii najis banget tau!” aku memberikan nada kasar dan memijat-mijat tanganku karena sakit setelah diseret Danis. “kamu suka kan dengan Rian?” Danis mengatakan dengan nada tegas. Mataku membulat, nafasku berubah menjadi sesak saat mendengar pertanyaan itu, sedikit air mata membuat mataku berkaca-kaca. “tidak” jawabku singkat dan berlari menjauhi Danis.
          Terlihat dari mata Rias jika dia menyukai Rian, kenapa dia tidak berterus terang. Tiba-tiba sedikit rasa sesak menyelimuti hati Danis. “Nyet, aku hanya takut kamu patah hati” Danis mengatakan itu dalam-dalam dengan nada sangat pelan sekali. Danis hanya menatapi langit-langit kamarnya dengan merenung semoga tidak terjadi apa-apa kepadaku. Aku juga menatap langit-langit kamarku dan mesih segar diingataknku saat mendengar pertanyaan dari Danis. Aku sudah membohongi Danis dan perasaanku sendiri. Tiba-tiba air mataku mengalir membasahi pipiku. Perasaan bersalah kepada Danis dan Reina muncul.
          Seminggu kemudian ada kabar yang mengatakan bahwa Rian sudah resmi menjadi pacar Reina. Dadaku semakin sesak, aku berlari menjauhi semua orang, hingga sampailah aku pada suatu tempat yang sepi. Danis diam-diam mengikutiku. Saat itu hujan lebat, Danis sangat menghawatirkan keadaanku, aku duduk dengan air mata bercampur air hujan membasahi wajah dan seluruh tubuhku. Danis langsung berlari dan mendekapku, tanpa banya bicara Danis langsung menyeretku untuk duduk di atas sepeda motornya. Danis mengemudikan sepeda motor dengan kecepatan tinggi, aku tidak tahu kemanakah aku akan dibawa Danis, fikiranku sudah sangat kacau hingga aku tidak perduli dengan keadaanku sendiri. Sepeda motor Danis berhenti di sebuah tempat dekat dengan warung kopi. Danis membawakan the kepadaku, aku hanya duduk di atas sepeda motor milik Danis dan tetap terdiam. Aku meminum the itu, aku merasakan kehangatan mulai menjalar ke tubuhku, aku membalas dengan senyuman kepada Danis sebagai tanda terima kasih kepada Danis.
          “hay Monyet, kenapa kamu malah hujan-hujanan, bikin susah orang ajah” Danis menyentak kearahku. “memangnya siapa yang suruh menolongku, aku nggak minta, malah lebih baik kalau tadi kamu nggak ada” aku menjawab pertanyaan Danis dengan tatapan tajam. Tanpa diberitahu mungkin Danis sudah tahu kalau aku suka dengan Rian dan cemburu kepada Reina. Lalu kenapa timbul pertanyaan ada apa Danis pergi untuk menolongku, padahal aku tidak pernah meminta bantuan apapun darinya.
          Keesokan harinya aku mendengar kabar bahwa Danis sedang sakit, mungkin karena ia kehujanan kemarin. Aku merasa senang saat mendengar berita itu, setidaknya hari ini tidak ada pengganggu, hidupku akan tenang dan damai seharian. Setelah seminggu kemudian Danis masih belum menunjukkan batang hidungnya sama sekali, sepertinya penyakitnya cukup parah. Aku coba menghubunginya tetapi tidak ada respon apapun. Aku akui bahwa aku merindukan Danis, aku sangat merindukan saat-saat aku bertengkar dengannya seperti anak TK yang sedang berebut pensil warna.
          Perasaanku mulai gelisah karena aku tak kunjung melihat Danis masuk sekolah setelah kejadian itu, aku memutuskan untuk menjenguk Danis ke rumah sakit hari ini. Aku membawakan sekotak kue bolu coklat buatan ibuku untuk menjenguk Danis. Aku menyusuri setiap lorong di rumah sakit, hingga ahirnya aku menemukan Danis di ruangannya. Danis kaget melihatku datang dari balik pintu, seolah-olah seperti sebuah mimpi. Danis mencubit angannya sendiri, ia merasakan sakit, berarti benar, apa yang di depannya bukanlah sebuah mimpi. Ibu Danis memasuki ruangan Danis dan membawakan bubur untuk Danis. “Danis tidak pernah mau makan selama sakit, lihatlah, tubuhnya mulai terlihat kurus” Ibunya Danis menyampakan kepadaku dan dilihat oleh Danis sendiri. Aku langsung meminta untuk membawa mangkuk itu, Danis terlihat kaget, dia takut dengan apa yang akan aku lakukan dengan mengku itu.
          “hay Gorila, cepat makan bubur ini, atau bubur ini akan aku tumpahkan persis di wajahmu” aku memerintah dengan menyodorkan semangkuk bubur kepada Danis. “aku mau makan kalau kamu yang menyuapi” Danis menyampaikan dengan senyum-senyum sendiri. “dasar Gorila manja, pantas saja kamu disebut gorilla yang hanya mempunyai kapasitas otak 400cc mungkin bisa jadi dibawah itu” aku mendengus pelan. Danis hanya tersenyum masam mendengar kata-kataku. Aku mulai terkekeh pelan melihat ekspresi Danis. Tidak lama kemudian perawat datang untuk mengganti infus milik Danis dan mengambil sampel darah milik Danis. “hey Gorila, emang kamu sakit apa kok sampai diambil sampel darahmu juga?” aku mulai terlihat binggung ketika Danis diambil sampel darahnya. “sejak kapan kamu suka nggurusi hidupku, aku nggakpapa, habis ini pasti sembuh” Danis tersenyum ke arahku. Aku hanya tertunduk melihatnya, aku mengambil bantal di samping tempat tidur Danis, aku memukulkan bantal itu berkali-kali kepada Danis “Seraaaannnggg…….”aku mengobarkan semangat perang bantal dan Danis memukul-mukul bantal itu. Aku sangat merindukan suasana berperang dengan Danis, Danis dan aku tertawa lebar ketika perang bantal. Danis merasakan denyut jantungnya yang berdetak dua kali lebih kencang dari biasanya. Ketika di tengah-tengah tertawa lebar tiba-tiba wajah Danis mulai terlihat murung. Danis tahu bahwa tawanya tidak lagi dapat bertahan lama.
          Danis divonis mengidap penyakit kanker darah yang setiap kali membelah semakin banyak menghasilkan sel kanker, Danis sudah banyak melakukan kemoterapi, tetapi tetap saja tidak bisa menyembuhkannya secara total. Setiap hari aku selalu datang untuk menjenguk Danis, keadaan Danis setiap hari terlihat semakin parah, namun Danis selalu menutup-nutupinya. Pada hari itu aku datang ketika Danis sedang tidur, aku melihat buku yang berada di bawah bantal milik Danis, aku langsung mengambil buku itu. Aku membuka tiap lembar demi lembar buku itu. Mataku langsung kaget membaca sebuah tulisan “akankah Rias bisa berhenti mencintai Rian, jika memang tidak bisa, bolehkan aku mendapat kesempatan untuk masuk kedalam hati Rias. Aku tahu umurku sudah tidak lama lagi, akankah Rias dapat menyadari bahwa aku selalu mencintainya” tetes demi tetes air mata mulai berjatuhan membasahi pipiku, aku tidak tahu apa yang terjadi pada tubuh Danis, yang aku tahu hanya Danis mencintaiku. Aku berlari menuju ruang dokter. Aku menanyakan apa yang sedang dialami oleh Danis, “ Danis sedang mengidap penyakit kanker darah stadium 4 yang hidupnya tidak lama lagi” ucap dokter dengan tertunduk. Aku hanya menangis mendengar kata-kata itu.
          Aku pergi untuk menjenguk Danis, aku tidak melihat Danis dalam ruangnnya, aku mencoba menanyakan kepada perawat, ternyata Danis sudah dipindah ke ruang ICU, aku berlari menuju ruang ICU dan menemukan Danis sedang mendapatkan perawatan dari doktek dan perawat, aku dilarang masuk ruangan. Setelah aku menunggu lama ahirnya aku masuk ke dalam uangan itu dan menemui Danis, air mataku berlinang sangat deras bahkan aku tak sanggup menghentikannya. “hay Monyet, kenapa kamu nangis, kamu khawatir ya sama aku? Hayoo nggaku, kamu sukakan sama kau?” Danis mengatakan dengan wajah tersenyum dan terkekeh-kekeh melihatku. “kalau aku suka kamu memangnya kenapa?” aku mengatakan dengan air mata tetap berjatuhan. Danis langsung diam dan ia memegang pipiku dan menghapus air mataku. “dasar Monyet cenggeng yang selalu nangis ketika jatuh cinta kepada seseorang, kamu lemah” Danis menggatakannya dengan membelai kepalaku. Aku hanya tetap meangis dan menangis, Danis tersenyum dan ia mulai senang karena apa yang ia inginkan sudah terpenuhi. “hey, mana kue bolu coklatku, katanya kamu janji membawakannya?” Danis menanyakan dengan senyum yang mengembang menghiasi wajahnya dan aku mengeluarkan sekotak kue dan aku taruh di samping Danis.
          Keadaan Danis semakin parah, kedua orang tua Danis memanggilku untu datang, namun aku terlambat, ternyata Danis sudah tidak bernyawa. Tangisan pecah dimana-mana, bahkan aku sendiri juga menangisi Danis tanpa henti, aku memegang tangan  Danis yang semakin dingin.
          Pemakaman Danis berjalan dengan lancar, aku melihat Rian di dekat makam Danis, mungkin Rian juga terpukul dengan kematian Danis. Tiba-tiba handphoneku bergetar ada SMS masuk dari Rian untuk menemuinya di sebuah rumah makan. Aku bersiap-siap untuk menemuinya dengan langkah lemas setelah mendengar kematian Danis. Aku melihat Rian sedang duduk di salah satu kursi, aku mendekatinya dan duduk di hadapannya. Tiba-tiba Rian mengulurkan sebuah surat kepadaku. “Hay Monyet, gimana kabarmu, pasti kamu sedang sedih ya, aku sudah tenang di surge kok, kamu jangan menangisi aku, aku tahu kalau kamu sudah membuka buku diaryku, aku tahu kalau kamu sudah mengetahui bahwa aku mencintaimu. Aku minta tolong, tolong sisakan ruang untukku di dalam hatimu, kamu jangan terlalu larut dengan kesedihan, dan hidup bahagialah dengan seseorang yang ada di depanmu”. Air mataku tak berhenti menangis, Rian memegang tanganku dan mencoba menenangkanku. “kamu bodoh Danis, kenapa kamu meninggalkan aku” aku berkata dalam hatiku dengan air mata mengalir semakin deras. “aku tahu, aku pernah menyia-nyiakan kamu dulu, saat ini mari kita buka lembaran baru” Rian mengucapkannya dengan menatapku tajam dan sedikit senyum mengembang di wajahnya.


          

Sabtu, 04 April 2015

coretan

Rahasia Karakter Cerpenku

          Hay guy’s, kalian yang sering baca cerpenku, ntah itu di majalah dinding, blog, majalah, dan lain sebagainya pasti aku sering memakai nama Fian, Rian, dan Bella. Aku punya alasan tersendiri mengapa aku menggunakan nama-nama itu. Aku punya pandangan tersendiri dengan nama-nama itu. Untuk tokoh yang lain, aku mengambilnya secara acak dan tidak begitu berpengaruh menurutku.
1.     Fian
Aku menggunakan nama karakter Fian mulai awal-awal aku belajar membuat cerpen. Nama Fian aku ambil dari nama adik sepupuku yang kini berumur 5 tahun. Tetapi ada juga memang temenku yang punya nama Fian kayak Aliffiandika. Dika emang juga sering menggunakan nama Fian, gak tau kenapa, hehe. Memang kadang aku menggunakan nama Fian itu merujuk ke Dika, tapi hanya sebagian kecil, kayak misalnya kisah-kisah nostalgiaku, wkwk.  Menurutku Fian itu adik yang hebat, dia punya rasa tanggung jawab yang tinggi kepada adiknya, ibunya, dan lain sebagainya. Fian biasanya mengarahkan adiknya yang sebenarnya umurnya beda 2 tahun, tapi kalau dilihat dari segi tanggung jawab memang lebih bertanggung jawab Fian daripada aniknya yang bernama Fino. Fian termasuk anak yang suka membantu, dia juga sering mengingatkan aku tentang kewajibanku kayak sholat dan lain sebagainya. Apapun yang dilakukan Fian pasti punya alasan tersendiri untuk dia. Walaupun sikapnya selalu baik kepada semua orang, tetapi tidak merubah sikapku yang dingin, tapi setidaknya aku nggak bisa terlalu dingin dengan keluguan adik sepupuku ini.
2.     Rian
Aku mengambil nama Rian baru-baru ini saja, maklum kalau hanya sedikit yang tau. Rian itu sebenernya nama temanku yang kerap kali dapat siksaan dan bullying dari aku. Gak tau kenapa aku suka banget nyiksa tuh manusia. Rian itu aku ambil dari nama Raymon Abdul Aziz Ash- Siddiq Wijaya Rusandi, nama murid terpenjang dari prodi MIA kelas XI. Temen-temen banyak yang manggil dia Emon, tapi dia kadang nyebut dia sendiri jadi Rian. Alasan mereka memanggil Emon mungkin karena dia punya wajah-wajah cabul kayak Emon yang ditelevisi yang mengidap pedifillia. Tapi sebenarnya dia nggak seperti itu, dia punya sifat yang lembut tetapi juga cerdas. Cerdas kalau lagi nggegame :v . Raymon tergolong manusia yang lemot dalam berfikir, tapi saran-sarannya ketika ada rapat atau suatu permasalahan selalu tepat, dia juga rela dihina-hina oleh guru killer daripada dia dimarahi guru killer. Yang beda banget dengan aku yang suka mematahkan argumen guruku, jadi jarang ada guru yang marah dengan aku, bahkan tidak ada sama sekali, karena mereka harus punya argumen yang kuat banget untuk menjustice aku. Meskipun aku sering nyiksa Emon, tapi gak sekalipun dia marah atau protes, dia mempunya sisi lembut sekali dan cerdas, makanya dia sangat cocok berada di cerpenku yang berjudul “The Virtual Would”.
3.     Bella
Bella adalah nama dari Almarhumah kakak kelasku. Ketika awal-awal kepergiannya, semua orang sangat sedih, bahkan satu sekolah sangat sedih hingga mengibarkan bendera setengah tiang. Aku sering memanggilnya “Mbak Bella”. Mbak Bella mengajarkan aku banyak, dia yang memperkenalkan aku dengan jurnalis, dia kakak kelas pertama yang aku kenal ketika aku masuk SMA. Aku sangat sedih mendengar berita kecelakaan yang menimpa Almarhumah Mbak Bella. Seluruh sekolah booming ketika melihat aku yang katanya mirip Mbak Bella, hingga banyak guru-guru yang memanggilku Bella karena memang agak kesulitan menghafal nama Safira, karena banyak sekali nama Safira di sekolah. Mbak Bella yang aku kenal, dia manis, pantang menyerah, kuat dalam segala hal, walaupun banyak yang membencinya, dia akan selalu maju dan maju. Itulah mengapa aku termotifasi dengan Mbak Bella, andaikan aku tidak pernah bertemu Mbak Bella, maka sampai sekarang aku nggak mungkin berada di jurnalistik, aku nggak mungkin bisa kuat. Sampai kapanpun nama Bella akan selalu hidup dalam setiap memori orang-orang yang pernah dekat dengannya. Walaupun terkadang aku menangis karena ingat kata-kata dari ibu Almarhumah untuk selalu menjaga diriku karena memang wajahku mirip dengan putri kesayangannya. Setelah itu ibu dari Almarhumah memelukku dan mencium pipiku. Aku sangat memaklumi jika hal itu terjadi,
          Hal-hal di atas hanya sekedar share tentang pandanganku menggunakan sebuah karakter dalam cerpen. Mereka semua akan tetap hidup dalam memoriku sampai kapanpun, bukan hanya di dunia nyata, namun juga di dunia imajinasiku


Kamis, 02 April 2015

Cinta Yang Sempurna Dibalik Sinar Lampion

Cinta Yang Sempurna Dibalik Sinar Lampion


          Di bawah terpaan sinar rembulan yang terang, dihiasi kemilau lampion dimana-mana. Dia tersenyum dibawah rembulan itu, dia berjalan di iringi cahaya-cahaya lampu, di bawah sinar rembulan diiringi bintang yang mengikutinya kemanapun. Percayalah, aku akan tetap disampingmu selamanya, di dalam hatiku tidak ada yang lain, hanyalah kamu.
          Dering jam alarm berbunyi. Aku terbangun untuk cepat-cepat pergi ke sekolah. Hari ini sekolah mengadakan manasik haji. Kegiatan manasik haji harus menginap di sekolah karena acara malamnya ada pesta lampion keliling Turen untuk mengumandangkan takbir. Aku sudah mempersiapkan lampion, susah sekali membuat lampion, berhari-hari aku membuat lampion, tapi selalu gagal. Dan hari ini aku benar-benar berhasil membuat lampion berwarna merah. Di dalamnya ada lampu dengan watt yang kecil dan bentuknya juga kecil, tapi sanarnya cukup terang. Aku membuatnya sampai tanganku kepanasan karena terkena ujungnya solder untuk menghubungkan arus listriknya dengan stopkontaknya.
          Semua persiapan aku lakukan secara mendadak. Maklum, hidupku memang acak-acakan dan gak pernah teratur. Pagi-pagi aku disibukkan mencari mukenah untuk persiapan manasik haji. Tapi mukenahku ternyata semua dicuci karena semuanya kotor. Tiap mukenahnya kotor, aku selalu menyimpannya di lemari dan mengambil yang bersih, saat semua kotor, aku kehabisan mukenah dan biasanya aku menggunakan milik ibuku walaupun ukurannya kebesaran buat aku. Ahirnya tidak ada jalan lain selain menggunakan mukenah milik ibuku.
          Pagi-pagi aku berlari kerumah Nana, mau ikut bareng ke sekolah dengan membawa peralatan yang banyak sekali karena memang banyak banget yang harus dibawa, bahkan ayah sama ibuku menyuruh aku membawa koper. Maklum, aku anak yang manja dan tetap dimanja walaupun sudah MTs.  Hari ini aku nggak diantar ayah karena ayah harus berangkat pagi karena ada rapat penting di sebuah hotel di Malang dan ibuku tidak bisa mengendarai sepeda motor, ahirnya aku terpaksa bareng sama temanku. Aku sangat takut digonceng samping, tapi mau gimana lagi, aku pakai rok panjang.
          Pagi-pagi di sekolah sudah ribut karena sudah banyak anak yang berkumpul untuk mencari ruangan masing-masing. Runag tidur laki-laki sama perempua dipisah. Aku sama Nana satu ruang yaitu di ruang 3 di kelas 7A. ruangannya paling nyaman sendiri karena tanpa menggelar tikar udah ada karpetnya. Kelas unggulan dengan kelas super istimewa, aku sangat ingin masuk kelas itu, tapi aku nggak pernah bisa menjadi bagian dari kelas unggulan. Aku selalu ingin masuk kelas yang dibangga-banggakan oleh para guru di sekolah, berbeda dengan kelasku yang sekarang yang suka beda-bedakan guru-guru. Padahal semuanya sama, tapi kenapa kelasku dapat diskriminasi, setiap hari kata-kata itu selalu muncul dalam hatiku. “Na, kelasnya bagus ya, gak kayak kelas kita yang kumuh” aku mengatakan secara terang-terangan kepada Nana. “udah lah Fir, meskipun kelas kita kumuh tapi kan teman-teman kita kompak itu udah cukup buat kita bahagia kan?” Nana mecoba membujukku, takut ambisiku benar-benar terbakar. Aku hanya tersenyum menganggung kepada Nana.
          “pengumuman, semua anak harap keluar dari ruang kelas dan berkumpul di halaman dengan membawa baju untuk manasik haji” Pak Saifudin memberikan pengumuman kepada semua anak kelas 7. Semua anak berbaris dan berkumpul menurut kelasnya. Semua anak langsung berbaris dua-dua untuk menuju lapangan sepak bola. Di lapangan sepak bola sudah disiapkan gambaran Bukit Marwa, dan lain sebagainya. aku mebgikuti teman-teman yang muter-muter di lapangan dengan mengucap doa-doa. Melakukan sa’i dan lain sebagainnya. Hingga yang paling aku tunggu-tunggu adalah berputar mengelilingi ka’bah, tetapi sebelum mengelilingi ka’bah semuanya diajak untuk melempar batu, semua teman-teman paling senang ketika disuruh melempar batu. Semuanya disuruh mengambil 7 batu, sedangkan aku mengambil lebih dari sepuluh batu kerikil dan aku lemparkan berkali-kali sampai terkena temanku. “Na, aku berhasil melempar kerikil di kepalanya Vino” aku mengucapkannya dengan sangat bangga. Selama ini aku sangat benci banget sama ketua kelas yang sombong sekali dan suka memerintah aku. Mentang-mentang aku wakil ketua kelas harus mengikuti semua yang dia suruh. Nana hanya tersenyum manis kepadaku dan ahirnya Vino juga membalas melempar, namun tidak ada satupun yang kena.
          Saat memutari ka’bah aku terjatuh karena mukenahku tersangkut besi dan mukenahku kotor semua. Aku hampir menangis karena aku takut karena mukenahnya kotor jadi alasan buat tidak sholat. Waktu itu aku murid baru, jadi datang kepadaku “lho, Safira kenapa? Mukenahnya kok kotor semua, kan jadi gak bisa buat sholat” Bu Ilmi bertanya kepadaku dengan nada halus seperti biasanya. “saya habis jatuh bu, mungkin nanti saya akan bergantian sholat dengan teman saya yang mukenahnya masih bersih, saya tidak apa-apa kok Bu” aku menjawab dengan memberikan senyuman terbaik untuk Bu Ilmi. “ya udah, hati ya kalau gitu” Bu ilmi juga membalas senyum. Dan aku membalas dengan anggukan dan tetap senyum.
          Aku menggandeng tangan Nana untuk masuk ke kelas dan tidur-tiduran di   sana. “Na, capek banget nih habis manasik haji habis ini masih sholat dhuhur, kamu sholat a?” aku bertanya kepada Nana dengan posisi tidur. “aku halangan Fir”. Aku yang tau Nana sedang halangan ahirnya juga memutuskan buat ikut gak sholat dhuhur juga dengan alasan halangan, Nana sempat marah-marah kepadaku dan menyuruh aku sholat dengan meminjamkan mukenahnya kepadaku, tapi aku malas karena tidak ada temannya untuk sholat bersama.
          Saat semua selesai sholat dan dari tadi aku hanya menggosip dengan teman-temanku, saat-saat ditunggu-tunggu telah tiba. Ahirnya aku dapat jatah makan dan minum dari sekolah. Aku paling senang sekali karena aku sangat kelaparan setelah beraktivitas. Ketika aku membuka nasi bungkusan ternyata isinya sayur-sayuran dan ayam goreng. Aku paling tidak suka dengan sayur-sayuran mulai kecil dan makanan yang pedas. Aku ahirnya hanya memakan nasi dan ayamnya. Sayurnya aku buang seperti biasanya. Temen-temenku meledekku karena tidak suka sayur dan Nana tetap saja membelaku seperti biasanya. “udahlah, Fira kan memang dari kecil nggak suka sayur, jangan memaksa Fira buat makan sayur-sayuran daripada dia nanti muntah-muntah” Nana membentak teman-temanku yang meledekku dari tadi. Seketika kelas langsung menjadi hening.
          Semua anak berebut kamar mandi untuk mandi, bahkan sampai ada yang pulang kerumahnya untuk mandi. “eh Na, temen-temen allay banget deh masa gak betah sih gak mandi setengah hari ajah” aku menatap Nana dengan bibir manyun. “emangnya kamu Fir, kamu kan udah biasa gak mandi” Nana tertawa terkekeh-kekeh dengan teman-teman yang lain. “loe jangan buka aib gue disini deh” aku berbisik dengan muka yang ditekuk-tekuk. Pada ahirnya, aku, Nana, Wiwin, dan Meme tidak mandi karena males mengantri. Teman-teman di kelas pada lepas jilbab, beda dengan aku dan teman-teman yang tetap menggunakan jilbab.
          Waktu magrib berkumandang semuanya sedang menuju mushola, termasuk aku. Aku mau sholat karena ada Wiwin yang ikut sholat dengan aku. Semua anak sholat berjama’ah termasuk aku. Hingga semua selesai sholat, semua anak berkumpul di halaman sekolah untuk persiapan pesta lampion, semua anak unjuk diri dengan lampionnya. Banyak sekali lampion yang unik, ada yang dari bola plastik kemudian dilubangi dan diberi lampu warna warni, ada juga yang membuat bentuk aneh-aneh pita-pita untuk memberikan kesan imut peda lampion. Lampion milikku juga gak kalah hebat dengan lampion milik temen-temenku yang aku desain dengan sinar warna merah dan biru yang menyala secara bergantian dan tutup yang terbuat dari tempat nasi berbentuk bunga yang aku satukan dengan sedikit hiasan untuk memberikan kesan lebih menarik.
          Semua anak berbaris dan berjalan satu persatu untuk keluar dari gerbang, aku sempat melihat anak laki-laki dengan wajah yang sangat menarik, kemudia dia membawa lampion yang sangat sederhana. Dia berdiri menyendiri dibalik pohon di depan  ruang guru. Ahirnya aku tidak begitu meperdulikannya karena semua harus berisap dalam bentuk barisan, tiba-tiba laki-laki itu juga ikut berbaris di depan. Semua berkumandang mengucapkan takbir dimana-mana dengan menyalakan lampion, aku yang di samping Nana tersenyum melihat Nana secara diam-diam dan menggenggam tangannya begitu erat. Aku sangat menyayangi Nana, kami teman mulai SD, dia selalu menjagaku dan aku juga selalu menjaganya. Bahkan aku selalu ada bersamanya, seperti gula dan semut, dimana ada gula, disitu ada semut. Dimana ada Nana, disitu ada aku. Nana sangat manis, apalagi di bawah sinar rembulan dan ditemani dengan kemilau lampu lampion di bawah bintang-bintang. Aku merasakan sangat beruntung mempunyai Nana, walaupun dia selalu cuek  dengan aku, tapi sebenarnya dialah yang paling perhatian denganku. Aku sering mengejeknya, namun dia tetap saja diam.
          “Na, sampai kapanpun aku selalu bersamamu, aku sangat sayang denganmu” aku mengucapkan kata-lata itu dengan sangat pelan, hingga aku menyadari hanya aku saja yang akan mendengar kata-kata itu. Tiba-tiba aku bertemu ayah dan ibuku saat lewan di depan rumahku. Ayah dan ibuku memberikan aku makanan dan minuman, aku sangat malu dilihat teman-temanku. Teman-temanku mengira aku seperti anak kecil yang masih dibekalkan dengan orang tuaku dan dimanja-manja. Ahirnya aku menolak makanan dan minuman itu. Aku beranjak menjauhi ayah dan ibuku.
          Saat semua tiba di sekolah, aku langsung tiduran diatas karpet di kelas, tapi setelah itu aku sholat isya’ dulu. Saat sholat isya’ hanya sedikit anak yang sholat karena memang kecapekan, dan aku memberanikan diri untuk sholat sendiri. Setelah sholat, semua tidur. Tetapi masih ada anak laki-laki yang iseng mengetuk-ngetuk jendela kelas lewat parkiran. Semua teman-teman yang cewek pada marah-marah dan ahirnya memanggil Pak Rofiul  dan melaporkannya. Ahirnya semua berada di dalam kelas, tidak ada yang keluar. Saat lampu dimatikan, aku saat takut. Aku tidak terbiasa tidur dalam gelap. Ahirnya aku tidak bisa tidur, bahkan Nana, Wiwin, dan Meme juga tidak bisa tidur. Ahirnya aku dan teman-teman nyoba iseng-isengan lihat teman-teman yang lagi tidur. Ekspresi mereka lucu-lucu, bahkan ada yang mendengkur, berpelukan sesame cewek, tidurnya muer-muter,  sampai yang nggelidur juga ada. Akun semalaman gak tidur dan nggemil makanan terus sampai pagi. Banyak canda tawa yang terjadi. Sampai snagking seringnya aku nggomong sampai di kasih roti biar aku diam.
          Keesokan harinya aku sholat idhul adha di sekolah dengan teman-teman. Hal yang paling aku tunggu-tunggu. Semuanya berkumpul untuk sholat, sebelum sholat idhul adha aku mandi dahulu dan mengantri agak lama, karena aku ingin benar-benar suci saat sholat. Ketika semua sedah selesai sholat aku bersiap-siap untuk pulang. Semua kenangan indah terukir saat itu. Mulai dari kesialanku yang jatuh saat manasik haji sampai gemerlap lampion yang indah yang aku habiskan dengan temanku. Semuanya menjadi suatu kenangan tak terlupakan.